Karang di atas Danau Weikurei |
Desa
Adat di Atas Bukit
Memasuki kecamatan Loli, singgahlah sebentar ke sebuah desa
Adat yang terletak di salah satu sudut dataran tinggi di Sumba Barat. Desa
Praijing. Berjalan kaki menapaki tangga licin berlumut cukup terjal bila anda
mendaki dengan peralatan foto lengkap. Tapi yakinlah semuanya akan terbayar
ketika anda berada di puncak.
Desa praijing terdiri dari beberapa rumah berarsitektur khas
sumba, dengan atap yang tinggi mengerucut di puncak yang terbuat dari daun
alang-alang yang dikeringkan dan dianyam. Ornamen tiang pancang rumah biasanya
terbuat dari kayu keras yang kuat. Meski ada beberapa rumah sudah mengganti
dengan ubin ataupun keramik. Di bagian bawah rumah atau di dataran yang lebih
rendah, biasanya ada kandang khusus ternak. Mulai dari kuda, kerbau, babi dan
ayam.
Desa Praijing |
Kata ini janganlah diartikan sebagai bentuk rasis, tapi
lebih kepada perspektif mereka bahwa kebanyakan turis domestik, tak terkecuali
dari ibukota, dianggap sama semua berasal dari tanah jawa. Sementara anak-anak
terkadang malu-malu menatap anda dari balik punggung ibunya. Ada pun yang
berani menatap mata anda berkata lirih, “gula?”
Kata ini dimaksudkan anda membawa permen untuk mereka. Maklumlah
dataran tinggi desa ini sedikit jauh dari kota. Dan gula atau permen menjadi
dambaan para bocah ini bila ada pengunjung datang ke desa mereka.
Desa praijing termasuk ke dalam desa adat yang ramah dengan
pengunjung. Dalam artian para warganya tidak seenaknya meminta uang kepada
pengunjung, ataupun main rampas barang pengunjung. Sehingga banyak tour guide
menyarankan turis untuk sejenak berkunjung ke desa ini, bila ingin melihat dari
dekat kehidupan tradisional masyarakat sumba barat. Misalnya saja, setiap rumah
akan ramai dengan para ibu yang duduk dengan kaki selonjor sambil menenun kain.
Atau seorang nenek sedang duduk bersandar di tiang teras rumah, sambil menumbuk
campuran pinang, sirih dan kapur, sebelum dikunyah.
Beri Magi |
Tapi sang nenek pun tak kalah menarik. Lukisan bermotif di
lengan kanannya mengalihkan perhatian saya. Nenek bernama Beri Magi itu
berujar, dengan potongan kata berbahasa Indonesia seadanya, coretan bermotif
itu sejenis tato yang ditorehkan sejak ia masih kecil. Kata pak Pieter, tour
guide kami, tato itu menggunakan duri jeruk yang dituliskan ke kulit anak
perempuan sebagai penanda telah punya calon suami sehingga tidak diambil
ataupun diperkosa penjajah. Menyusuri belasan rumah adat desa Praijing ternyata
terlalu banyak cerita yang tersimpan.
Terakhir, naiklah ke atas bukit di penghujung desa, lalu
berbaliklah. Anda akan melihat belasan rumah adat beratap ilalang membubung
tinggi, berjajar rapih, dengan latar belakang langit biru dan awan berarak.
Angin sepoi akan membelai raut anda seakan membawa pesan damai dalam kesunyian.
Bocah Desa Praijing |
Senyum Pastor Robert Ramone, CSsR, mengembang ketika
menerima rombongan kami datang di Rumah Budaya, Weetabula, Sumba Barat Daya.
Dengan perlahan Pastor mengajak kami berkeliling di sebuah rumah berisikan
benda-benda yang dikumpulkannya dari pelosok pulau Sumba.
Museum
Budaya Potret Sumba
Dung…dung..dung… Pastor Robert menabuh tambur 3 kali ketika
kami masuk rumah budaya. “Selamat datang..” ujarnya ramah. Pastor memadu
sendiri siapa saja tamu yang singgah ke museum yang dibangun di atas tanah
seluas 45 hektar. Museum ini dibuat segi empat mirip dengan rumah adat dan
tradisional yang masih terpapar rapih di beberapa desa di pulau sumba. Ciri
khas utamanya adalah atap rumah yang berasal dari anyaman tanaman alang-alang
kering.
Padre Robert |
Selain atap, P. Robert menerangkan batu dan kayu pancang
fondasi rumah. Batu diambil dari gunung merapi dan samudera Hindia. Sementara
kayu loteng berasal dari batang pinang. Beda lagi dengan 4 tiang pancang yang
punya cerita sendiri karena dalam adat Sumba tiang pancang diberikan oleh orang
yang berbeda-beda dan punya makna.
“Tiang pertama sebelah kiri diberikan oleh anak sulung.
Sementara tiang pertama kanan oleh anak kedua. Begitu seterusnya sesuai
urutan…” Ujar P. Robert. Itu kenapa di beberapa desa tiang pertama sebelah kiri
bisa menjadi pemicu perang saudara bila dipindahkan tanpa izin si pemberi atau
anak sulung. Selain itu, ada 3 fase ukiran pada tiang pancang yaitu ayam,
piring makan ternak dan babi. Tiga unsur ini dianggap sebagai berkah yang tak
berkesudahan. Apalagi ayam dan babi merupakan ternak yang penting karena
diperlukan dalam upacara adat ataupun menghormati tamu.
Museum Budaya Sumba |
Rata-rata motif kain berupa simbol binatang seperti naga dan
buaya yang mewakili simbol raja, angsa simbol kepemimpinan, hingga motif
binatang singa yang disebut hasil adaptasi budaya luar yang datang ke sumba
lewat pendatang. Kain asli tradisional sumba dibuat dari kapas pilihan yang dipintal
dengan cara tradisional sebelum ditenun dengan alat tradisional pula. Maka
kualitasnya pun tidak usah diragukan lagi. Pastor Robert mencontohkan jenazah
seorang Raja di Sumba Timur pernah disemayamkan di rumahnya (tanpa dikubur)
selama 17 tahun dengan hanya dililit 50 lembar kain dan sama sekali tidak
menimbulkan bau busuk.
Di akhir cerita, Pastor Robert menunjukkan tanda huruf
capital ‘C’ yang berada tepat di tengah bangunan museum, sejajar dengan tanda
yang sama yang berada di tengah halaman museum. Sejatinya huruf ini adalah nama
ordo yang mewakili Pastor Robert. Tapi pastor lebih menyukai bila diartikan
sebagai ‘cinta’.
“Saya ingin semua orang datang dengan cinta, membawa cinta
dan kembali dengan cinta.”
Weikuri,
Kolam Renang Alami Sumba
Danau Weikurei |
Meski jalan menuju tempat ini terbilang cukup sulit dan
tidak ada petunjuk jalan. Beruntunglah jika anda bertemu guide dan supir yang
mengerti betul lokasi ini. Karena keduanya tidak hanya menunjukkan kolam indah
ini, tapi juga mengajak anda ke atas bukit di salah satu sudut kolam karang.
Anda bisa mengitari sisi kiri kolam dan bertemu dengan
ladang rumput luas yang beralaskan karang gelap keras. Dari sini anda bisa
melihat langsung lautan dan berasa dekat dengan langit. Dari sini pula anda
bisa melihat deburan ombak yang berupaya menerjang karang, yang membatasi laut
dan kolam weikuri. Dijamin pemandangan disini bahkan lebih indah dari tebing
karang di pulau dewata, Bali.
Dari sini anda bisa bergeser ke daerah kodi, tepatnya di
kecamatan Bondo Kodi. Kurang dari satu jam anda akan tiba di kampung
Ratenggaro. Sebuah desa adat yang berada tepat di pesisir pantai Pero.
Desa
Adat di Tepi Pantai
Desa Ratenggaro |
Ciri khas perkampungan adat hanya dua hal, yaitu rumah
beratap ilalang tinggi dan kubur batu di depan rumah. Dua hal ini melambangkan
dua hal, yaitu peringatan setiap makhluk pasti akan mati, dan setiap manusia
diciptakan untuk membangun kehidupan baru. Inilah kepercayaan asli Marapu,
warga Sumba.
Ratenggaro sendiri ada yang menyebutnya Rategaura, berasal
dari dua kata yaitu Rate yang berarti kuburan, dan Gaura yang merupakan nama
orang pertama yang menghuni kampung ini. Awalnya kampung ini berada di tepi
pantai Pero, tempat kubur batu banyak ditemukan. Namun karena abrasi, warga
terpaksa memindahkan rumahnya ke sisi lain pantai.
Sunset di Pantai Pero |
Pantai Pero sendiri merupakan lajur tepi pantai panjang di
daerah Kodi. Anda bisa berjalan ke sisi barat untuk lebih dekat mengabadikan matahari
terbenam dari sebuah tebing karang tinggi tak jauh dari kampung Ratenggaro.
Dengan catatan cuaca mendukung. Karena jika tidak kawanan mega akan berarak
menutupi matahari yang akan tenggelam ke horizon.
(end)
No comments:
Post a Comment