Thursday 15 August 2013

Antara Manusia, Gadget dan Mengantri

The more gadget you have, the more you become individualist person.

Pertamanya saya tidak 'ngeh' dengan istilah itu karena gadget atau smartphone buat saya adalah barang yang sedang dibutuhkan karena banyak membantu pekerjaan dan keberlangsungan hidup saya. But then, some stories I met make-up my mind.

Pernahkah kalian bertandang ke resto atau cafe dan mendapati ada satu meja yang dipesan satu keluarga inti? Bapak, ibu, dan anak-anaknya. Tapi untuk satu jam pertama berada di sebelah meja mereka hanya dua hal yang dilakukannya. Makan dan sibuk dengan gadget masing-masing. Maka beruntunglah orang-orang itu tidak bertemu ibuku karena akan didamprat dengan centong nasi atau dilempar ayam. (well the last sentence is only a copious thing)

Back to my mom, for her, berkumpul di meja makan adalah hal yang sangat penting apalagi tiga anak-anaknya adalah perantau dan jarang di rumah. Maka kami memilih meletakkan gadget kami di meja lain (pokoknya selain meja makan) lalu makan, mengobrol meski kadang sambil menonton televisi.

Dan peristiwa teraneh (buat saya) adalah kamis malam (15/08/2013) ketika saya berhenti di sebuah resto dekat rumah karena kelaparan, sekitar pukul 20.00 WIB. Saya duduk diantara dua pasangan. Di sebelah kiri saya (berasa ikut cerdas cermat) pasangan paruh baya yang mungkin seumuran orang tua saya. Sementara di sebelah kanan saya (yang saya tidak tahu namanya juga) pasangan muda mungkin seumuran saya. Sementara di depan saya juga ada pasangan lain (ini bukan klompencapir) yang sedang asyik masyuk lupa dunia. Dan terakhir, di belakang saya adalah.... tembok.

15 menit pertama, saya asyik mendengarkan obrolan pasangan paruh baya di sebelah kiri saya yang berceloteh tentang makanan yang dipesan. Sementara pasangan di depan saya sibuk dengan dunianya, and one second I'd like to yell to them "get a room..!!"

Nah, pasangan di kanan saya yang paling menarik perhatian. Menit pertama saya duduk, mereka asyik dengan gadget masing-masing. 15 menit setelah order, mereka masih asyik dengan gadget masing-masing. Setengah jam kemudian, pesanan pertama saya 'bubur ayam' datang, dan mereka masih asyik dengan gadgetnya. Maka (muka saya yang tidak bisa dikontrol ini) saya pun menoleh sambil mengerutkan dahi ke arah mereka, tangan kiri saya menggeser-geser mouse laptop, tangan kanan saya menyendok bubur. Intinya saya multi-tasking-lah sambil melirik mereka beberapa menit.

Saya kembali menatap layar laptop dan berhenti makan untuk mengetik 140 karakter di twitter. Betapa hebatnya pasangan ini setengah jam lebih sibuk dengan gadget-nya. Tidak berapa lama pasangan paruh baya di sebelah kiri saya meminta bill dan berjalan pulang. Sementara pasangan di kanan saya akhirnya berinteraksi.

Si cowok mengeluarkan suara pelan sementara si cewek mendengarkan, tapi hanya beberapa menit (kurang dari 5 menit saya rasa) senyap lagi. Saya pun menoleh, dan....ternyata si cowok sibuk memperlihatkan gadget tab nya kepada si cewek. Refleks, saya pun hanya geleng-geleng kepala menghabiskan bubur ayam dan kembali menatap laptop.

Ronde dua, pesanan omelet and french fries tiba. (iya saya makan banyak jangan ditanya kenapa karena saya pengen titik) dan itu sudah sekitar 50 menit saya di resto itu sementara pasangan mesra khusyuk di hadapan saya sudah jalan pulang sambil gelendotan layaknya ransel di punggung. (ga usah diterangin kali ya..) sementara pasangan di sebelah kanan saya (TETEP LOH BO'!) diam seribu bahasa.

Tapi kali ini si cewek sibuk dengan aplikasi gadget yang baru ditunjukkan lelakinya, sementara si cowok me-ro-kok...sambil tetep ber-gadget.

WOW!! Big applause to them both. I'd never ever can't stand on feet into their situation. Guys, you meet someone you love and spend most your time with gadget. Damn! Get alive out there... Its human being not machines in front of you. Even I have few friends who keep their "weird" live of marriage for years. Kenapa gue bilang 'weird'? Here is the stories. Banyak temen gue yang curhat tidak cocok lagi dengan pasangannya yang menurut gue hanya karena komunikasi dan masih mempertahankannya bahkan ada yang tinggal serumah. What?

Sementara saya, yang kini masih jomblo manis, menolak berkomitmen dengan seseorang bila saya merasa orang tersebut membosankan. Kebayang ga, sebelum lu tidur lu ketemu dia. Pas bangun tidur lu ketemu dia. While sometimes 24 hours you must see a same face? Lalu tidak bertegur sapa? Sibuk sendiri? Edan. Guys, 8 semester lebih kuliah di fakultas komunikasi bukan berarti saya sudah piawai berkomunikasi dengan apa saja. Sebab saya bukan Nabi Sulaiman yang bisa bicara dengan binatang, dimana saya juga tidak suka binatang. Tapi komunikasi adalah hal penting buat saya karena itu adalah ungkapan perasaan. Kalau tidak ada kata-kata, mukamu dan gerak tubuhnya adalah bagian penting dan lebih berarti daripada kata-kata.

Saya tidak menyalahkan teknologi yang kian canggih tapi lebih kepada moral. Entah kenapa gadget nan canggih itu semakin membuat jarak satu manusia dengan manusia lain. Ibu tidak lagi asyik bermain tebak-tebakan dengan anaknya ketika menunggu giliran dokter, tapi baik ibu maupun anaknya sibuk dengan gadget masing-masing. Sementara ayahnya sibuk dengan telpon kerabat.

Tak pelak lagi, sosialisasi antar manusia perkotaan kemudian dipertanyakan. Mulai dari di bus transjakarta hingga resto dan cafe, bisa dihitung meja atau individu yang masih asyik menghabiskan waktu berdiskusi dan berbicara satu sama lain.

Suatu pagi rasa haru langsung merasuk ketika membaca watsap dari sahabat SMA saya yang berprofesi sebagai guru TK.

"Seorang guru di Australia pernah berujar: 'Kami tidak terlalu khawatir jika anak-anak SD tidak pandai matematika karena kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai MENGANTRI.'

Kenapa?
  1. Guru hanya perlu waktu 3 bulan intensif untuk melatih anak untuk lihai matematika dasar (tambah, bagi, kurang dan kali) tapi Guru butuh waktu hingga 12 TAHUN agar anak bisa mengerti pelajaran berharga dibalik mengantri. Apalagi berapa banyak sih anak-anak yang kemudian memilih profesi terkait matematika? Tidak sampai 10 persen!
  2. Pelajaran matematika hanya Tambah - Kurang - Kali - Bagi. Pelajaran mengantri? BANYAK.
  • Anak belajar manajemen waktu karena jika ingin mengantri di depan maka dia harus datang lebih awal
  • Anak belajar bersabar menunggu giliran jika dia mendapat antrian di belakang
  • Anak belajar menghormati hak orang lain yang datang duluan dan mengantri di depannya dan tidak saling serobot karena dia MENGHORMATI
  • Anak belajar disiplin dan tidak menyerobot hak orang lain
  • Anak belajar kreatif memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan ketika mengantri
  • Anak belajar sosialisasi menyapa dna mengobrol dengan orang di antrian
  • Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses mengantri
  • Anak belajar hukum sebab akibat karena terlambat maka mendapat giliran paling belakang
  • Anak belajar memiliki RASA MALU jika menyerobot orang di depannya
  • Anak belajar bekerjasama jika ia mau ke kamar mandi dan menitipkan tempatnya pada orang di belakangnya.
  • dan masih banyak lagi.
Maka, pernahkah terpikir di benak kalian akan pentingnya mengantri? Sementara jalur busway saja masih kalian serobot meski berdalih pakai motor? Atau para orangtua yang menyuruh anaknya menyusup di antrian sebuah wahana permainan? Moral tidak ada hubungannya dengan IQ atau tingkat kepintaran apalagi tingginya gelar akademis yang dimiliki seseorang.

Anda tahu, data 2004-2012 ada 25 orang bergelar DOKTOR yang tersangkut dan didera penjara akibat KORUPSI. Sementara 2013 ada 3 orang petinggi bergelar DOKTOR yang ditafsir tersangka, salah satunya lengkap dengan embel-embel GURU BESAR dan PROFESOR yang tertangkap tangan menerima suap.

KPK menyebut, tidak ada kaitannya gelar akademisi seseorang dengan mental koruptor. Tapi pelaku koruptor pastilah orang pintar karena modus korupsi semakin pintar dan pasti dilakukan dengan yang pintar juga.

Kembali ke soal 'gadget' dan manusia. Anggaplah pembahasan saya melebar dan anda boleh menuding saya sekedar beropini (kan saya bebas nulis di blog) karena saya pun masih sendiri belum punya pasangan ataupun komitmen dengan siapapun. Tapi pernahkah anda bertanya kepada diri anda, "Kapan terakhir memeluk dan menyapa sayang kepada orang yang anda cintai?" atau "kapan terakhir anda bermain petak umpet dengan anak anda?"

Karena kita makhluk berakal dan bernyawa. Bukan robot yang diprogram dan melakukan pekerjaan rutin. Manusia itu dinamis dan bisa berubah setiap detiknya. Hidup sudah terlampau rumit dan Tuhan terlampau sibuk mendengarkan setiap keluhanmu jika kamu tidak mau merubah cara komunikasimu dengan manusia lain.

Because I do believe above all the greatest pills or tablets of drugs ever made in this world, laughs and hugs are the best and cheapest medicines ever. Smile, and the world will kind to you and surrounds.

No comments:

Post a Comment