Friday 19 June 2009

dari Penjara ke Penjara

Rating:★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Tan Malaka
"siapa yang ingin merdeka harus bersedia dipenjara"
quote di cover buku tan malaka inilah yang membuat saya tertarik membelinya.
tapi menyelesaikan membacanya dalam waktu lebih dari 4 bulan. bukan karena tidak mengerti tapi lebih karena membosankan.
awalnya perjalanan hidup tan malaka (pelariannya lebih tepat mungkin) begitu menarik..seperti membaca kisah karl may..tapi menjadi semakin membosankan karena tan terlihat seperti menulis diary bukan buku.
banyak ungkapan sesuai dengan persepsinya. terlebih saat tan menceritakan pelariannya di dataran cina.
buku ini dibagi menjadi dua tapi disatukan.
bagian pertama menarik perhatian karena awal-awal pelarian. petualangannya pindah dari satu negara ke negara lain, dari satu kapal ke kapal lain, dikejar setiap intelejen maupun militer dari negara tempat ia bersembunyi, berganti identitas, ditolong teman yang mengagumi pemahaman dan pemikirannya, menjadi sengsara dengan penyakitnya saat di belanda, unik dan sangat menarik.
misal bagaimana tan "dipaksa" ke belanda sampai guru belanda di indonesia mengusahakan pinjaman buat tan. tapi yang terjadi tan justru bukan membalas tapi terlibat dengan dunianya sendiri. termasuk tidak mengontrol penyakitnya. padahal banyak dosen di belanda mengakui kepintaran tan melebihi sutan (mungkin sjahrir) tapi pintarnya tan kebablasan. melewati batas toleransi.
atau saat tan lari ke filipina dan menjadi penumpang gelap di sebuah kapal hingga bersembunyi di kamar bahkan ruangan mesin kapal. seru? tentu. karena disinilah saya mengetahui bagaimana tan mempengaruhi orang sehingga percaya dan mau menolongnya hanya karena "ocehan" dan "tulisan" tan.
tapi memasuki buku kedua begitu membosankan. terlebih saat membaca petualangan di cina. tan tidak lagi terlihat seobjektif buku pertamanya.
ada yang janggal. karena di cina tan begitu terlindungi. hampir tidak ada tan bercerita militer mencarinya. tan juga leluasa menikmati pengobatan gratis tabib cina. semudah itukah warga cina saat itu menerima tan?
cerita baru menarik saat tan kembali ke indonesia melalui medan, sempat singgah sebentar ke padang, bukittinggi lalu menjadi pekerja di bajah kota..mengurusi romusha. tan berusaha keras supaya korupsi bangsa indonesia terhadap bangsanya sendiri tidak terjadi. tak lupa pula tan mengkritik hatta yg hanya menorehkan "koperasi" tanpa melihat hasil jadi di lapangan. konsep yang bagus tapi tidak fleksibel karena menurut tan, hatta hanya terpaku pada konsep buku-buku yang dibacanya bukan yang terjadi di lapangan. atau kepada soekarno yang meminta rakyat indonesia membantu jepang meski menjadi romusha.
entahlah. namanya juga buku. buku yang dibuat oleh seorang warga negara yang bukunya dibaca oleh soekarno, warga yang pernah dipercaya untuk membantu mengendalikan bangsa yang kacau ini, tapi juga warga yang kemudian dibuang tanpa melihat sedikitpun apa yang pernah ia lakukan untuk bangsa ini.
sejarah bukan untuk dilupakan hanya karena ia masa lalu, tapi untuk dipelajari sehingga belajar dari kesalahannya dan mengembangkan hal yang baik...untuk hasil akhir atau masa depan yang lebih baik.
anyway menikmati proses ternyata lebih indah daripada sekedar meratapi diri atas kesalahan masa lalu dan memimpikan masa depan yang belum tentu bisa kesampaian.

3 comments:

  1. dalam teater, hal ini juga berlaku mbak... memang hasil akhirnya adalah eksekusi di hari pertunjukan, tapi yang lebih penting lagi adalah proses panjang menuju pertunjukan itu sendiri,seperti pencarian dan pendalaman ide serta tema, dialog-dialog, latihan intensif dan lain2.... sayang banyak orang yang lebih mengutamakan hasil akhir saja...

    ReplyDelete
  2. penghargaan orang atas sesuatu kan berbeda-beda bentuk dan caranya.

    ReplyDelete