Tuesday 1 April 2008

KEPULAUAN BANDA - MALUKU

Banda Naira atau Banda Neira, kukira itu hanya ada dalam buku sejarah saja. Tapi saat tugas kantor meminta pergi, ingin rasanya aku melompat kegirangan. Kepulauan Banda hanya terdiri dari 7 pulau letaknya di bawah pulau Seram, Ambon. Untuk tiba di pulau Banda Neira, ada dua cara. Naik pesawat ke ambon, lalu lanjut dengan pesawat merpati langsung ke pulau Naira. Tapi setelah kerusuhan ambon, jadwal pesawat merpati hanya seminggu sekali, itu pun tergantung jumlah penumpang yang naik. Amannya sih naik kapal laut dari pelabuhan ambon, yang jadwalnya juga tidak on-time/sesuai jadwal di tiket.

Selain wisata sejarah, kepulauan banda adalah surga divers. Alam bawah laut dengan koral, binatang laut, menjadi kenikmatan sendiri buat mereka. Buat yang suka memancing, banda juga memberikan alamnya. Jika beruntung, puluhan lumba-lumba diiringi camar laut, berlarian kian kemari di laut lepas banda. I called it, Heaven at East Indonesia.

 

Pulau Gunung Api

Berada tepat di depan pulau Naira dan sesuai namanya pulau terdiri dari gunung yang menjulang tinggi. Sayang waktu itu kondisi saya tidak memungkinkan untuk mendaki karena masih ada tugas di naira. Gunung api ini pernah meletus dan dianggap bersaudara dengan gunung gamalama di ternate sebab meletus hampir bersamaan dengan hasil erupsi yang sama. Batu hitam mengganti lava panas yang mengalir dari mulut gunung. Kalau mau lihat film dokumenternya, tanyakan ke petugas hotel maulana di pulau naira.

 

Pulau Naira

Pulau utama dari ketujuh pulau yang ada di kepulauan banda. Meski kecil, pulau ini menyimpan sejarah Indonesia.

Kita mulai dari dermaga atau pelabuhan. Tepat di sebelah pelabuhan, ada hotel maulana milik Des Alwi, saksi sejarah dan orang asli banda. Meski sederhana, termasuk isi kamar yang biasa saja, banyak orang terkenal mulai dari artis dunia hingga politikus dunia berlibur dan menginap disini. Tapi kalau malas, banyak dari tamu yang membawa kapal pesiar sendiri dan tinggal menambatkan kapalnya di tepi dermaga hotel maulana.

Dari arah hotel, jalan membawa kita melewati museum budaya yang berisi sejarah tentang banda dan peninggalannya. Dahulu, ini adalah rumah keluarga Des Alwi. Tepat di sebelah museum, ada kampus anak-anak banda. Berjalan sedikit, kita ketemu rumah kapten Inggris (aku lupa namanya) yang tepat di seberangnya ada rumah makan Delfika yang menjual es krim dan selai pala yang lezat yang dipadu dengan wafel.

Hanya berselang beberapa rumah dari delfika, ada rumah bekas pengasingan Sutan Sjahrir. (Bung Sjahrir dibuang ke banda setelah sebelumnya di buang ke boven digul papua bersama bung Hatta) isi rumah Sjahrir masih seperti dulu, hanya terdiri dari beberapa perabot utama seperti meja, kursi, tempat tidur, meja kerja, mesin ketik jaman dulu, dan tentunya foto-foto Sjahrir. Oh ya ada yang membuatku kaget yaitu foto Des Alwi semasa muda.

tadinya kupikir rumah pengasingan bung Hatta tak jauh, tapi lumayan jauh, dua blok dari rumah Sjahrir. Beda dengan rumah Sjahrir, rumah Hatta lebih lengkap perabotnya mulai dari satu set kursi tamu (yang ditulis “DILARANG DUDUK”) lemari, meja kerja dan mesin ketik tua, hingga ranjang tidur komplit dengan kelambunya. Di teras belakang, disulap Hatta menjadi kelas (tempat Des Alwi dan anak-anak banda belajar baca tulis) menurut ibu penjaganya (aku lupa lagi namanya) keluarga Hatta memang sering berkunjung ke banda (terakhir meutia hatta) dan keluarga Hatta memang sengaja membuat setting-an rumah tetap seperti dulu kala waktu Hatta diasingkan. Hanya sekedar informasi, Hatta dan Sjahrir diasingkan belanda ke berbagai tempat hingga ke banda karena sikap kritis mereka. Terutama saat Hatta kuliah di belanda, beliau justru membuat selebaran tentang Indonesia Merdeka. Putra terbaik Indonesia banyak yang diasingkan belanda ke pulau-pulau terpencil karena ketakutan belanda.

Bicara tentang belanda, kepulauan banda telah lama menjadi incaran penjajah. Bagian timur seperti ambon sepertinya selalu ditemukan awal oleh bangsa portugis yang kemudian bersaing dengan spanyol. Banyak sekali benteng yang dibangun oleh  portugis tapi kemudian diduduki belanda. Seperti di Naira, ada benteng Belgica yang arsitekturnya mirip pentagon di amerika. Benteng belgica pun dijuluki The Indonesian Pentagon. Naik ke menara atas benteng, arsitektur benteng sangat simetris segi lima. Tapi dari luar benteng seperti membentuk segi enam. Pemandangan dari atas benteng juga indah, terutama saat sunset. Tapi agak tertutup gunung api. Jika menyusuri selat banda, benteng seperti berada di atas bukit.

Tepat di seberang belgica, ada benteng kalamata. Tapi sewaktu ke naira (2007) benteng ini kurang terawat dan belum dipugar. Padahal ada terowongan dari benteng belgica yang tembus ke kalamata. Arsitektur kalamata sendiri terlihat seperti pagar yang mengelilingi belgica.

Sadar telah merebut benteng, belanda membangun istana mini tak jauh dari belgica dan kalamata. Tapi di tengah jalan saya melihat sumur perigi tempat 40 orang kaya banda di bantai belanda karena dianggap berkhianat dan tidak mau bekerjasama dengan belanda. Di sumur ini juga ada nama-nama orang Indonesia dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah dibuang atau (mungkin) terdampar di banda. Kembali ke Istana VOC pada pemerintahan gubernur jenderal Jan Pieterzson Coen, tepat di depan istana ada dermaga (seperti pagoda kecil) yang sunsetnya juga indah. Memasuki istana, kentara seperti kantor belanda karena arsitekturnya sangat khas belanda. Atap tinggi, pintu dan daun jendela besar, di kamar depan ada goresan di kaca berbahasa perancis curahan hati tentara perancis yang merasa kesepian. Di ruang utama, pada tembok, ada jebolan setengah diameter bola yang (katanya) tidak pernah bisa ditambal. Setiap pintu di setiap ruangan berhubungan dengan ruangan lain. Sementara itu di halaman belakang istana dikelilingi gudang tempat menyimpan rempah-rempah terutama pala.

Di sebelah istana ada Club (seperti de Harmonie – batavia) namanya Makatita Hall tempat pejabat belanda melepas kepenatan. Ruangan itu dulu penuh dengan meja makan dan tempat dansa. Belanda menjadikan banda pusat pemerintahan niaga yang kedua (setelah batavia)

Usai ngomongin sejarah, kita coba beralih ke agama ya...di tengah-tengah pulau Naira, ada lapangan dengan tugu RIS (itu lho butir-butir pancasila tapi buatan Sjahrir) dan tepat di depan tugu RIS ada gereja tua. sepertinya gereja ini dibangun oleh portugis. Ciri khasnya baling-baling gambar ayam di atas untuk menentukan arah mata angin.

Nah, kalo yang pengen lebih ke arah wisata cobain nanya ke om Des Alwi untuk lihat peternakan mutiara dan kolam hiu nya...seru deh..tapi sayang ga sempat ke peternakan mutiara nya..

 

Pulau Banda Besar

Pulau ini seperti mengelilingi pulau naira. Perkebunan pala membentang luas dan tumbuh liar di pulau ini. Pala. Semua karena buah aroma rempah ini yang membuat portugis, spanyol, inggris dan belandan mati-matian bertempur memperebutkan kepulauan di timur indonesia. Mampirlah ke Lonthoir, perkebunan pala yang dirapihkan Des Alwi. Sebab disini juga ada pembibitannya. Kalau beruntung bisa melihat warga/penduduk yang memasak makanan tradisional seperti kue bolu atau sejenis sayur asem.

 

Pulau Hatta dan Pulau Sjahrir/Pulau pisang

Nama pulau kecil di ujung banda besar untuk mengabadikan nama 2 pejuang Indonesia. Pulau Sjahrir dahulu bernama pulau pisang sebab bentuknya memang mirip pisang.

 

Pulau Ay dan Pulau Run

Dua pulau saksi sejarah pertengkaran inggris dan belanda memperebutkan banda. Di pulau ay ada benteng revenge (balas dendam) yang dibangun inggris untuk memata-matai belanda yang telah berhasil merebut banda besar dan naira. Di pulau ini juga ada perkebunan pala termasuk rumah pejabat perkebunan, halaman luas (dahulu tempat menjemur pala), bangunan bekas dapur, hingga bangunan tempat para pekerja tinggal. Kini tinggal puing. Karena menurut Des Alwi biaya pemugaran bisa mencapai milyaran rupiah. Belum lagi kondisi banda yang baru pulih pasca kerusuhan tahun 1998. Oh ya, ada pala ada kenari. Jangan lupa cicipi kenari dan belajar membelah biji kenari dengan parang! Wow! Keahlian yang tidak bisa kutiru!

Pulau Run sendiri (paling ujung di kepulauan banda) akhirnya dibarter oleh belanda dengan daratan jajahan belanda di daerah amerika, yang kini bernama Manhattan. Kota Manhattan kini terkenal hingga ke belahan ujung dunia, tapi kepulauan banda hanya (semoga tidak!) tinggal nama dalam buku sejarah.

12 comments:

  1. Huhuhu.. jadi pengen ke sana..

    ReplyDelete
  2. udah yg dulu ato lu mau berangkat lagi ??? ngeekoootttt..... hehehehehe

    ReplyDelete
  3. wah.... pengen bgt kesana!!!!
    klo kesana lagi ikut dunx!!!
    banyak sejarah menarik disana

    ReplyDelete
  4. tenang...tenang...itu cuma tulisan gw...gw udah kesana kok liputan otsw sekaligus tugas...tapi kalo ditugasin lagi gw mau kok...secara gratis geto lho...wakakakaka
    kalo biaya sendiri...muahal bo'!! lima juta-an...!!!

    ReplyDelete
  5. ...makanya mbak, di depannya pakai "suatu hari di tahun yang lalu...", atau yang sejenis, jadi gak bikin panik orang...hihihi...kok jadi pada panik ya?.....

    ReplyDelete
  6. kan gw tulis di bagian benteng belgica ("...waktu pergi kesana (200)...) aduh makanya baca yg detail dong jgn judul doang....*ngambek.)

    ReplyDelete
  7. mbak blanche sukanya iming-iming doank....;)

    ReplyDelete
  8. lebih baik mengiming-imingi daripada membohongi...toh cuma itu yg bisa kuberi...

    ReplyDelete
  9. ya... ya... aku jd ngiler neh..... :p

    ReplyDelete
  10. beta pingin pulang ke banda tetapi kampungku ini terlalu jauh dan sarana tranportasinya sangat suli coba do bilagin ama Bapak Gubernur aga di adakan alat tranportasi yang murah dan cepat ini juga kan menunjang wisata khusnya di pulau Banda.

    ReplyDelete
  11. @wanehidris...betul sekali...kami pun suka bingung jika ingin berlibur di negeri sendiri khususnya wilayah timur Indonesia, karena ongkos transportasi pasti sangat mahal dan terbatas.. :)

    ReplyDelete