Sunday 18 January 2009

Madakaripura - Bromo

MADAKARIPURA YANG TERSEMBUNYI

Pertama kali lihat foto-foto air terjun yang konon menjadi tempat pertapaan gajah mada, langsung jatuh cinta. Sebelum ke bromo, harus mampir ke air terjun ini.
Jalur ke madakaripura searah menuju bromo. Pemandangan pertama adalah patung gajah mada. Kemudian harus berjalan menyusuri pinggir sungai, yang terkadang rusak karena longsor. Maka terkadang, harus turun ke dasar sungai lalu menyusuri sungai dan bebatuan. Cuma 2km kurang lebih.
Lalu harus melewati tebing dan curahan air terjun, maka bersiaplah dengan jas hujan atau payung. Dan jangan pakai celana panjang atau sepatu. Repot.
Tapi begitu tiba di suatu sudut, ada kolam, dataran yang paling tinggi tempat menampung air, dikelilingi tebing tinggi dan air yang jatuh dari atas.
Sunyi. Diam. Tenang.
Untuk sekian lama, lupa mau mengabadikan gambar hasil buatan Tuhan. Di sela-sela dinding tebing, ada 2 celah yang konon tempat persemedian gajah mada.
Jika ingin merasakan airnya, lebih baik memutar dan memilih tempat yang landai, karena semakin ke tengah kolam, air justru dalam sekali dan berbahaya.
Kesulitan, guide yang didapat rata-rata sulit mengerti bahasa Indonesia, lebih aman bawa temen yang bisa bahasa jawa. Tarif guide waktu itu, 30rb. Sedangkan untuk kendaraan roda empat atau mobil, siapkan dana 15rb buat anak-anak yang mencuci mobil ya…meski tidak diminta, tapi mereka pasti minta saat kita mau pulang.

SILENT BROMO

Sudah lama pengen banget ke gunung ini. Dan baru kesampaian November 2008 lalu. Apa sih bagusnya gunung itu?
Bromo memang punya kekuatan sendiri yang bisa menghipnotis. Duduk di pinggir halaman hotel lava view sambil melihat bromo yang angkuh, waktu serasa berhenti. Padahal cuma gunung, hamparan padang pasir, perbukitan yang hijau kering, kabut dan semilir angin gunung yang dingin. Tapi suasana seperti itu yang tidak (atau mungkin belum) didapatkan ke beberapa tempat di Indonesia. Mungkin cuma satu yang kurang, keramahan penduduk. Kurang senyum. Sapaan terhadap beberapa penduduk local saat iseng jalan-jalan, dicuekin, sama sekali tidak membuahkan hasil. Boro-boro, balasan senyum atau sapaan, anggukan dan tolehan wajah ke muka pun jangan diharap.
Isi waktu senggang di sore hari dengan (nekat) jalan kaki ke bawah berharap bisa ketemu warung/café yang buka. Tapi ternyata mereka tutup dan baru buka lagi pukul 18.00. Terpaksa tetap jalan ke bawah dan berpikir (dengan bodoh dan tanpa perhitungan) bisa sampai di Java Banana café yang menarik perhatian. Membayangkan chicken steak, teh poci hangat, pisang goreng, dll. Baru sadar kalau jarak dari penginapan (lava view) ke café tersebut mencapai 19 km. baru jalan 2km, terpaksa nyusruk di teras kandang kambing yang tidak terpakai lagi di pinggir jalan. Tidur nyenyak beberapa menit karena kecapean sambil memeluk dengkul. Suara hujan dan hawa dingin membuat ditambah rasa lelah membuat nyenyak tidur selama beberapa menit. Hingga ada omprengan sejenis L300/ELF lewat. Maka bergabunglah bersama aki dan nini yang membawa sayuran dan binatang piaraan. Senyum para penumpang hingga supir angkutan yang tidak tega membuat ongkos dipangkas hanya Rp 2.000 saja. Ditertawakan? Sudah pasti. Tapi setidaknya, ada senyum dan sapa hangat hari itu dari penduduk sana. Mentok, beli pop mie dan jahe hangat di sebuah warung.
Akhirnya bisa makan malam dengan sukses dan ujung-ujungnya di resto lava view juga..dengan menu nasi goreng kumplit dan teh manis hangat.

Pukul 3 dini hari, saat mata masih rapat dan enggan dibuka, pintu kamar diketuk. Mengingatkan untuk segera bangun karena jeep sudah siap. Udara dingin menusuk hingga tulang membuat badan ini rasanya ingin tetap meringkuk di balik jaket dan selimut bila saja mata tidak menatap foto panorama di kamar yang bercerita keindahan matahari terbit dari balik bromo, batok dan semeru. Dengan gerakan secepat kilat, jaket sudah terpasang, berikut tas berisi oreo, susu bear brand dan aqua. 10 menit kemudian, langsung duduk di sebelah supir yang sedang mengendarai mobil jeep menuju pananjakan yang memang benar-benar nanjak.
Tanjakan dan gelap. Pemandangan pertama sejak keluar dari lobi hotel. Jangan pernah berpikir bahwa jalan sepi maka tempat parkir pananjakan akan sepi. Salah besar. Apalagi di akhir pekan. Puluhan jeep sudah berderet bahkan sejak pukul 3 pagi di jalur pananjakan.
Sampai di atas, pemandangan ratusan orang, mulai dari pengunjung hingga pedagang menawarkan syal, jaket, langsung menyapa. Bila malas bergabung di pelataran duduk, ada pondok kecil dekat wc dimana manula dari belanda sedang berjejer rapih sambil memegang kamera dan handycam. Suasana lebih hangat disini. Lebih tenang.
Sunrise tiba.
Peristiwa yang luar biasa saat bulatan jingga kemerahan muncul dari batas garis horizon penglihatan manusia, kemudian menerangi batok, bromo dan semeru. Alam sedang bersahabat. Bulatan jingga kemerahan yang sempurna itu naik perlahan. Hanya mega yang kadang iri dan sesekali menutupi warnanya. Semua mata terpaku di balik lensa kamera dan handycam. Tidak ada suara. Ada sekitar 5 menit semua orang terpaku. Baru setelah itu mereka ramai-ramai berfoto berlatarbelakang matarahari terbit dan tiga gunung. Setelah agak terang dan hendak mengambil foto secara luas, bisa ke pelataran tempat duduk seperti amphiteater karena rata-rata pengunjung sudah pada bubar.
Turun dari pananjakan, sempatkanlah berhenti di suatu tempat untuk berfoto. Pemandangan tetap sama. Hanya saja, hamparan pasir gunung bromo terlihat lebih jelas karena matahari telah memberikan sinarnya yang baik bahkan untuk tulangmu sekalipun. Pemandangan turun dari pananjakan pun seru. Hamparan hijau memenuhi lereng gunung, menyatu dengan padang pasir dan savanna.
Tiba di kaki gunung bromo, rasa malas merambat. Permintaan para penunggang kuda yang ramai menghampiri jeep, tak berselera. Tangan sibuk dengan foto hamparan padang pasir, savanna dan pura tepat di sebelah gunung bromo. Orang pada ramai naik ke kawah bromo. Tapi malas rasanya. Pemandangan kawah bromo tak menarik apalagi membayangkan naik tangga menuju kawah bromo. Puas menghentikan waktu ke dalam pixel gambar, langsung naik jeep lagi pulang ke hotel.
Sarapan baru tersedia pukul 7 pagi. Lagipula masih banyak (hampir semua penghuni hotel malah) belum kembali ke hotel. Jadilah nongkrong di halaman hotel lava view berteman dengan oreo, bear brand dan aqua sambil diam menatap pemandangan bromo, batok dan hamparan pasir. Tapi saat sarapan tiba, tetap aja nasi goreng, omelet, roti dan teh manis habis dilahap. usai kenyang, bolehlah tidur beberapa jam lagi sebelum berkemas pulang.

11 comments:

  1. waduh... bagus bangatttt ceritanya...

    ReplyDelete
  2. Weeehh..muantap...nggak sekalian tapa siz?

    ReplyDelete
  3. Weeehh..muantap...nggak sekalian tapa siz?

    ReplyDelete
  4. waahh....tirakat bwt cari jodoh ampe dibela2in semedi di madakaripura cuy, manteb2 deh....didoain ye semoga lancar jaya....hehehehehe

    ReplyDelete
  5. eeh ndut....kayaknya gw minta info selengkap2nya deh tempat pertapaan lw kmaren di madakaripura, gosip yg beredar ampuh bener katanya bwt cari jodoh, lagian dah terbukti ya kayaknya di lw? Bagi2 donk resepnya....

    ReplyDelete
  6. lha...kan dari lw mantra2nya....gw sih cuma nyari tempat doang...
    harusnya gw yg makasih buat jampi2nya...
    it works, man! hahaha

    ReplyDelete
  7. kok ga ampuh di gw ya??? ato mungkin permintaan gw ya yg agak aneh2 pake acara minta yg liukannya aduhai segala...hihihihihihihihi.....

    ReplyDelete
  8. iya..untung beneran ntu uler ga muncul...ga deh....mending gajahmada nya aja yang muncul deh...
    meskipun gw udah ketemu yg rada mirip sama aslinya...hihihi

    ReplyDelete